Tanpa terasa dua fase telah kulalui selama kehamilan. Trimester pertama dipenuhi banyak drama, nggak bisa cium bau tumis-tumisan, bawang, bahkan bau suami sendiri selama beberapa minggu hahaha.
Trimester kedua sudah mulai merasa normal. Nafsu makanku kembali, mual dan muntah sudah nggak lagi. Pada trimester ini, aku merasa jauh lebih rileks.
Saat menulis cerita kehamilan trimester tiga, aku kembali mengingat-ngingat momen kala itu. Kini aku sudah melahirkan, usia anakku sudah hampir genap 5 bulan, alhamdulillah.
Telat update sih cerita kehamilan trimester tiga selama berbulan-bulan jadi draft di blog. Alhamdulillah sekarang mood menulis “tulisan organik” sudah kembali .
Baca Juga: Tantangan Kehamilanku Selama Trimester Pertama
Selama Kehamilan Trimester Tiga Lebih Banyak Sukanya Apa Dukanya?

Dari semua fase kehamilan, menurut aku trimester tigalah yang paling berat. Perubahan hormon, sakit dibeberapa area tubuh sudah mulai terasa seperti di area kaki. Belum lagi muncul stretch mark dan kejutan lainnya.
Antara suka dan duka, keduanya seimbang. Karena ini merupakan kehamilan pertama, aku merasa bahagia sekaligus sedih.
Bahagia karena sebentar lagi akan menjadi ibu, sedih karena hamil di perantauan, jauh dari keluarga, dan tanpa ibu di sampingku.
Momen-momen yang Tak Terlupakan

Saat usia kandungan memasuki 7 bulan nafsu makanku meningkat drastis. Paksu (baca:pak suami) sebelum berangkat kerja sudah menyediakan makanan jadi. Aku heran ketika hamil saat telat makan pagi aja perutku berasa beronta-ronta hahaha, sekujur tubuh menjadi gemetaran dan berujung menangis ketika telat makan .
Oiya aku memang tidak menyediakan makanan sendiri saat pagi, nggak tau kenapa mood memasak kala itu lenyap entah kemana. Yang ada aku cuma mau makan makanan yang dibeli sama paksu, ribet kan.
Memasuki usia kandungan 8 bulan, aku memutuskan pulang kampung. Sebuah keputusan besar bersama paksu kembali ke Sulawesi Selatan. Selain memutuskan lahiran di kampung, paksu juga resign dari pekerjaannya di Kalimantan. Yah kami berdua sepakat memulai semuanya kembali dari nol.
Ketakutan melahirkan sudah terbayang-batang dipelupuk mata. Setiap malam aku bermimpi buruk. Saat membaca artikel, katanya memang begitu. Ibu hamil kadang bermimpi buruk karena terpengaruh oleh kecemasan.
Namun itu nggak berlangsung lama. Aku beruntung karena bisa melahirkan di kampung kedua orang tuaku, meski mereka masih di tanah perantauan, namun saudara dari bapak, yaitu tante merawatku dengan sangat baik.
Tanpa terasa usia kandunganku sudah 9 bulan. Aku makin rajin berjalan kaki dipagi hari dan senam ibu hamil. Gerakan bayi dalam janin pun semakin lincah bahkan saking lincahnya aku kadang nggak bisa tidur pada malam hari.
Oiya saat hamil sampai ditrimester ketiga, aku selalu mau jalan-jalan meski hanya ke pasar saja. Semakin tua usia kandunganku, semakin aku ingin jalan – jalan. Jadi, ketika usia kandunganku 9 bulan bahkan menjelang persalinan, aku masih saja meminta paksu atau sepupu mengajakku jalan-jalan.
Sampai-sampai penjual di pasar sudah menghafal wajahku dan mereka berdecak keheranan, perutku semakin besar tapi masih aja suka keluar rumah .
Baca Juga: Usia Kehamilan Trimester Kedua? Seperti Inilah Pengalamanku
Belajar Menjadi Ibu Sebelum Melahirkan
Aku beruntung bisa tinggal di lingkungan yang mendukung mentalitas menjadi ibu. Di rumah tante ada sepupu yang anaknya masih bayi. Jadi setiap hari aku bisa belajar bagaimana menjadi ibu melalui sepupuku. Aku mengamati cara dia menidurkan anak, memberinya makan, menggantikan popok, memenangkannya ketika menangis dan sebagainya.
Sambil belajar menjadi ibu melalui sepupu, aku mendapatkan pelajaran satu hal bahwa untuk menjadi ibu kita juga harus siap secara mental.
Siap mendengarkan suara tangisnya, siap bangun tengah malam begadang sampai pagi, siap menyampingkan ego dan kejutan lainnya.
Aku berterima kasih kepada sepupuku yang selalu menyemengatiku. Bisa dibilang ketakutanku akan melahirkan diredakan oleh sepupu yang selalu memberi sugesti positif.
Melahirkan itu menyenangkan. Menjadi ibu itu anugerah dari Tuhan. Percayalah meski merasa sakit saat melahirkan tapi kita memiliki kekuatan untuk mengatasinya. Bahkan kita akan lupa bagaimana sakitnya melahirkan setelah menatap wajah bayi kita. Seperti itulah ucapan sepupu padaku.
Hari demi hari kulalui, aku bersyukur didampingi oleh suami hingga melahirkan dan juga kehadiran tante yang nggak kalah supportifnya sebagai ibu disisiku.
Baca Juga: Rekomendasi Baju Newborn Untuk Bayi Perempuan Favoritku
Hari ini, ketika kumeneguk secangkir teh sembari memikirkan kembali momen mengandung, rasanya aku ingin mengulang lagi momen itu (berarti hamil lagi yah hahaha, tunggu dulu deh setelah debayku bisa jalan)
Cerita selanjutnya aku ingin berbagi pengalaman saat melahirkan, so stay tuned yah.
Terima kasih sobat Ainhy sudah setia mampir di blog, jika kamu ada pengalaman juga share di kolom komentar yah apa momen tak terlupakan saat hamil .
Halo mbak Ainhy, salam kenal ya. Perdana menjejak di sini. Dulu waktu hamil anak pertama pun ketakutan-ketakutan itu ada mbak, tapi alhamdulilah ga sampai bermimpi buruk. Paling hanya kontraksi gara-gara kecapean kerja dan dirawat 3 hari di Rumah Bersalin aja di bulan ketujuh kehamilan.
terima kasih sdh mampir mba, salam kenal juga. Berarti skrg sdh lahiran ya mba?